TryMediaDigital.com, Kota Bandung – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dan Pemkot Melbourne, Australia, berkolaborasi untuk mengembangkan solusi terukur dan berkelanjutan dalam mengatasi permasalahan sampah makanan.
Sebagai bentuk implementasi kerja sama yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) April 2024, kedua kota ini menggelar Melbourne – Bandung Food Waste Challenge 2025, sebuah inovasi yang melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk menciptakan solusi kreatif dalam menangani sampah makanan.
Acara ini resmi diluncurkan secara bersamaan di Kota Melbourne dan Kota Bandung pada 26 Februari 2025.
Kolaborasi Dua Kota Menuju Zero Food Waste
Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Kota Bandung, Iskandar Zulkarnain, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan langkah strategis dalam mencapai zero food waste.
“Kota Bandung merasa bangga menjadi mitra Kota Melbourne dalam menangani permasalahan sampah makanan. Sebagai kota metropolitan, Bandung dan Melbourne menghadapi tantangan yang sama dalam pengelolaan sampah makanan,” ujar Iskandar saat acara peluncuran di Auditorium Balai Kota Bandung, Rabu (26/2/2025).
Ia menyoroti fakta bahwa Indonesia merupakan produsen sampah makanan terbesar kedua di dunia, dengan total 13 juta ton makanan terbuang setiap tahun. Bahkan, nilai makanan yang terbuang mencapai 5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Di Australia, permasalahan serupa terjadi, di mana sampah makanan yang terbuang bernilai 3,36 miliar dolar Australia.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung tahun 2022, dari sekitar 1.500 ton sampah harian, 44,5 persen atau 667,5 ton per hari merupakan sampah makanan.
“Hari ini kita tidak hanya membicarakan masalah, tetapi juga solusi. Melbourne – Bandung Food Waste Challenge 2025 adalah wujud nyata kolaborasi antara dua negara sahabat untuk menemukan solusi inovatif dan praktis dalam mengatasi persoalan sampah makanan,” lanjutnya.
Pendekatan Inovatif dalam Pengelolaan Sampah Makanan
Program ini tidak hanya melibatkan pemerintah, tetapi juga mahasiswa, pelaku usaha, peneliti, startup, dan masyarakat umum, dengan tujuan akhir mencapai zero food waste.
“Melbourne memiliki gerakan bernama ‘Garbage Butler’, di mana komunitas sepeda mengumpulkan sampah FOGO (Food and Garden Organics) dari restoran-restoran untuk didaur ulang. Dengan karakteristik yang mirip, Bandung dan Melbourne dapat mengadopsi pendekatan serupa,” jelas Iskandar.
Melalui kompetisi ini, inovasi akan difokuskan pada tiga sektor utama yang memiliki kontribusi besar dalam produksi sampah makanan, yaitu:
- Sektor Hospitality (Katering): Mengembangkan sistem pengelolaan makanan sisa yang lebih efisien.
- Pasar Tradisional dan Modern: Memanfaatkan teknologi untuk mendistribusikan makanan yang masih layak konsumsi kepada masyarakat yang membutuhkan.
- Maskapai Penerbangan: Mengurangi sampah makanan melalui sistem pemesanan yang lebih presisi.
“Misalnya, di sektor katering kita bisa mengelola makanan sisa agar tetap bermanfaat, di pasar kita bisa memanfaatkan teknologi untuk redistribusi makanan, dan di maskapai kita bisa menciptakan sistem pemesanan makanan yang lebih akurat agar tidak ada yang terbuang,” tambahnya.
Pendaftaran dan Mekanisme Challenge
Kompetisi ini terbuka bagi masyarakat Kota Bandung dan Melbourne, termasuk mahasiswa, pelaku usaha, peneliti, dan startup yang memiliki solusi inovatif dan berkomitmen terhadap keberlanjutan.
Peserta akan bekerja sama dalam tim untuk mengembangkan solusi dalam beberapa tema utama, yaitu:
✅ Pengurangan sampah di sumbernya
✅ Redistribusi pangan
✅ Daur ulang dan ekonomi sirkular
✅ Edukasi dan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah makanan
Pendaftaran dibuka sejak 3 Februari hingga 14 Maret 2025. Selama 8-10 minggu, tim peserta akan mengikuti lokakarya, mendapatkan pendampingan dari pakar industri, dan mengembangkan prototipe inovatif dalam pengelolaan limbah makanan.
Melalui program ini, Bandung dan Melbourne berharap dapat menjadi contoh bagi kota-kota lain dalam menciptakan solusi berkelanjutan untuk permasalahan sampah makanan, sekaligus mendorong gaya hidup yang lebih ramah lingkungan. (Amelia)
Tinggalkan Balasan